Wednesday, January 19, 2011

Comment-star

Waktu itu saya sempat duduk di dalam kelas yang bukan jadwal kelas saya, kebetulan diajak oleh dosen pembimbing saya yang mengajar di kelas itu. Hari itu seisi kelas telah mengumpulkan berbagai macam poster dan flyer yang ditugaskan bapak dosen. Satu persatu kelompok diminta perwakilannya untuk menjelaskan bagaimana konsep dari pekerjaan yang telah mereka buat. Kemudian disediakan waktu kepada yang hadir di kelas itu untuk memberikan komentar, macam-macam komentar dilontarkan oleh seisi kelas. Awalnya saya mengira, ini akan seperti di kelas saya yang biasanya, mahasiswa yang lain tidak banyak melontarkan komentar mereka, dan akan membosankan.

Begitu intensitas komentar mulai menurun, dosen di kelas itu sekaligus dosen pembimbing saya, memberikan sedikit masukan untuk beberapa kelompok yang tadi sudah membagikan konsepnya. Kata-katanya yang mengundang tawa dan sekaligus nyentil adalah -dan saya pikir layak untuk dicetak tebal- "Kalau kita tidak bisa membuat sebuah ide, setidaknya kalian harus bisa memberikan komentar," dengan berkomentar anda bisa berpegang pada itu, orang yg bukan ahli dalam sepakbola aja bisa tuh berkomentar di televisi, dan kalian percaya aja lagi!

Beberapa waktu lalu memang di Indonesia sedang larut dalam euphoria sepakbola, dan benar saja belum tentu komentator yang ada di dalam tayangan sepakbola itu memang pemain sepakbola, atau pelatih sepakbola. Bisa saja hanya orang awam yang mengikuti perkembangan sepakbola, dan mereka dibayar untuk cuap-cuap di televisi!

Saya sering berkomentar, setiap hari selalu melihat updates dari beberapa blog yang saya follow dan updates dari media online lainnya. Biasanya komentar saya tertuang pada kicauan twitter, yang secara tidak sadar dengan adanya batasan 140 karakter, memungkinkan untuk menuangkan komentar dengan padat, dan jelas. Menanggapi isu pemblokiran produsen Blackberry, RIM di Indonesia dan penyaringan konten pornografi, kemudian saya berkomentar dalam akun twitter: Pak Mentri yg minta difilter ngga malu nih? RT @kompasdotcom: Filter Pornografi, RIM Minta Waktu 100 Jam (maksudnya RIM aja mampu menyaring dalam waktu 100 jam, pemerintah kita? udah berapa ribu jam?). Bahkan ketika ditanya anggota DPR mengenai posisi RIM di Indonesia, Pak Menteri pun masih bingung, apakan RIM itu sebagai penyedia konten, atau sebagai operator?

Atau komentar lain seperti: Salah headline nih bos? RT @detikcom: Akad Nikah Shireen Sungkar & Irwansyah Dimulai. Atau appresiasi singkat seperti: Jempol! RT @detikcom: Tak Ada Ricuh, Suporter Indonesia Bubar dengan Tertib. Dalam memberikan komentar, ada baiknya kita baca seluruh isi berita yang disajikan sebelum berkomentar, belakangan banyak yang berkomentar dengan hanya membaca beberapa petikan kalimat yang ada di dalam isi berita saja.

Pandangan saya secara pribadi, komentar berbeda dengan kritik, juga dengan complaint. Kritik yang pedas, secara umum hanya akan membuat orang yang dikritik berada pada posisi defensif, ia akan mempertahankan pendapatnya seberapa besarpun kesalahan yang ia perbuat (Baca: Lesson 1 Kritik). Setiap orang juga pada umumnya tidak suka dengan yang namanya complaint, namun coba tengok ke complaint yang berikut ini, cara penyampaian complaint ternyata bisa membuat perbedaan ketika kita membacanya.

Beberapa jam yang lalu, Gayus Tambunan divonis kurungan penjara selama 7 tahun dan denda sebesar Rp 300 juta. Ayo komentar! ;D

2 comments:

Anonymous said...

Thanks for the link, I'll take that as a compliment! :)

Hansel Mario said...

Of course that's a compliment, hehe. no offense. ;p