Sunday, May 31, 2009

About Blackberries

Menyebut kata Blackberry tentu sudah tidak asing lagi bagi kita semua masyarakat metropolitan. Ya, Blackberry adalah salah satu gadget yang booming di awal tahun 2009. Sarana komunikasi canggih ini menawarkan berbagai kemudahan dalam mengakses dunia maya dalam waktu seper sekian detik.

Alat komunikasi yang satu ini begitu menyedot perhatian publik. Walau saya bukan salah satu empunya alat komunikasi canggih ini, namun saya tetap terpengaruh oleh keinginan akan gadget ini. Sekali lagi saya tegaskan, "keinginan" bukan kebutuhan. Syukur rasa keinginan itu tidak menguasai saya dan melebihi rasa kebutuhan yang saya rasakan, bagi saya, gadget itu belum sepenuhnya saya butuhkan hingga pertengahan tahun ini.

Banyak hal yang saya petik dari berbagai teman yang telah memiliki gadget buatan Research in Motion, perusahaan asal Kanada ini. "BB" -begitu lah lazimnya kini Blackberry disebut- sangat membantu dalam berkomunikasi, semua komunikasi yang ada bisa menjadi lebih intens ketimbang dulu. Karena semua sistem berjalan dengan cepat, tentu banyak kemudahan yang dapat dirasakan. Ada pula yang menganggap BB dapat meningkatkan presisi seseorang, sama seperti halnya kendaraan yang ia gunakan, apabila ia seseorang yang boleh dibilang mapan, tentu akan lebih terlihat apik dengan kendaraan sedan mewah pabrikan German bukan? Hal ini pun terjadi pada fenomena BB di Indonesia. Saya hanya bisa berpendapat, " Buat apa sih dibeli mahal-mahal kalo sama aja gak ada pulsanya ? "

Malam ini saya baru saja merasakan begitu besar dampak yang ditimbulkan dengan seseorang memiliki gadget ini. Malam tadi saya bertemu dengan teman dekat saya, seorang wanita yang saya kagumi, di sebuah kafe pinggir pantai untuk sekedar ngobrol. Memang sudah sejak lama saya memendam perasaan risih ini sebelumnya, tepatnya ketika ia mulai terlihat lebih asyik dengan gadgetnya dibandingkan dengan seseorang yang ada duduk di sebelahnya. Ya, kebanyakan para pengguna BB lebih asyik dengan alat komunikasi super canggih yang ia miliki ketimbang hal lain. Ditemani dengan segelas cappuccino panas dan watermelon juice, kami menghabiskan waktu sekitar satu setengah jam untuk saling ngobrol dan tukar pikiran. Namun disela-sela obrolan kami, saya merasa dianak-tirikan dengan gadget yang selalu ia genggam kemanapun ia pergi. "Sebuah fashion show tuh termasuk salah satu entertainment gak sih sebenernya ?" saya bertanya kepadanya, karena saya tahu bahwa ia adalah seorang mahasiswi di bidang fashion design, dan tentu saja ia sering menyambangi berbagai fashion show yang digelar oleh perusahaan terkemuka, "kring-kring" untuk kesekian kalinya ia menerima message melalui gadgetnya itu. "Sori-sori, apa tadi ?" sambut teman saya sembari mengarahkan kedua jempolnya ke keypad, kemudian saya kembali mengulang pertanyaan saya barusan. Pun demikian halnya ketika kami berdua sedang termenung-kehabisan topik pembicaraan- memikirkan apa yang telah kami masing-masing ceritakan, ia terlihat lebih asyik dengan BB-nya. Kami memang sedang tidak berbisnis, dimana dibutuhkan perhatian ekstra untuk mendapatkan sebuah tender misalnya, namun adakalanya seseorang jenuh dengan perlakuan seperti itu.

Kita juga sudah lumrah apabila penikmat teknologi kini malah asyik dengan kemacetan yang ada di Ibukota atau asyik dengan antrean yang begitu panjang, seorang dosen pernah mengatakan "mampus lu, antre aja yang panjang, gue gak perduli." sambil terus menuliskan message pada Blackberrynya. Mereka asyik bukan karena mereka senang dengan kemacetan atau antrian yang panjang-mana ada sih yang seneng?- melainkan karena mereka bisa memiliki banyak waktu untuk terus memijit tombol yang ada pada gadgetnya tersebut.

Walaupun begitu, saya tidak bermaksud "mengajari" wanita yang telah saya kenal lebih dari tiga tahun itu. Bagi saya ia tetap seorang yang cerdas, berpendirian, kreatif, dan seorang penasihat yang baik di kala saya membutuhkan pendapatnya. Ia juga cerdas karena tetap bisa memperhatikan apa yang saya sampaikan walaupun sambil mengetik pesan dengan gadget yang ia pegang, bagi saya itu sulit dilakukan, wong nonton tv sambil telpon seseorang aja susah membagi pikirannya kok. Seorang wanita memang sudah kita kenal dapat melakukan dua hal sekaligus sama baiknya, mungkin karena saya adalah seorang laki-laki.

Mungkin sekarang karena hal itu pula lah saya enggan memiliki Blackberry,-kalo dikasih sih tetep mau- disamping memang karena saya belum membutuhkan dan tidak memiliki cukup dana untuk membeli gadget tersebut. Dengan harga yang ditawarkan, bagi saya lebih baik dana itu saya alokasikan untuk biaya kuliah saya setahun kedepan.

So, be wise with your Blackberries. Jangan sampai ada hal yang tidak kita inginkan bersama, misalnya diklaksonin sama mobil di belakang ketika kita sedang asik chat lewat BB dan ternyata mobil di depan tengah melaju kembali ditengah kemacetan.

Correct me if I'm Wrong. =)

Sunday, May 24, 2009

Saudaraku

Penulis adalah seorang mahasiswa yang memiliki seorang saudara kembar tidak identik. Tentu anda semua tahu bahwa kembar tidak identik jarang sekali terjadi, (bukan kembar dengan jenis kelamin yang berbeda maksud saya.) Kembar tidak identik terjadi apabila di dalam rahim terdapat dua embrio sekaligus yang matang, ada dua sel telur yang dibuahi oleh sperma. Saya terlahir prematur. Saya terlahir setelah sembilan menit kakak saya hidup di dunia, Hans Mario.
Rupa saya bisa dibilang berbeda dengan saudara kembar saya. Saya memiliki perawakan yang kurus, berwarna kulit agak hitam. Sedangkan saudara kembar saya telihat lebih gemuk, putih, serta memiliki tinggi badan yang lebih dibandingkan saya. Secara sifat juga saya kerap menemukan perbedaan mencolok dengan saudara saya tersebut. Saya amat senang olahraga, di lain sisi saudara saya tidak begitu suka dengan olahraga. Kegemaran kami pun berbeda, dari yang senang menghabiskan waktu berjam-jam untuk menonton siaran televisi, hingga saya yang senang keluyuran keluar rumah di kala masih mengenyam pendidikan sekolah dasar.

Lepas dari perbedaan tersebut, Tuhan sungguh Maha Adil. Bilamana tidak, paras wajah saya kerap dinilai oleh banyak orang menyerupai ibunda saya, sedang Hans lebih menyerupai ayah saya. Warna kulit pun demikian, kali ini terbalik, saya dan ayah saya memiliki kulit yang agak hitam ketimbang Hans dan ibunda saya. Demikian pula dengan sifat serta kelakuan kami. Saya dan ayah saya gemar sekali berolahraga, sedangkan ibunda saya dan Hans lebih senang menghabiskan waktu dengan menonton siaran televisi atau memutar dvd kesukaan mereka.

Tulisan saya mengajak kita semua untuk menyadari betapa Adil nya sang Kuasa menciptakan kita, baik atau buruk telah dipertimbangkan secara matang oleh Yahwe. Ia bahkan telah memikirkan seperti apa rupa serta sifat kita jauh sebelum kita terlahir ke dunia.