Monday, January 24, 2011

What A Support Means

Sore tadi saya baru saja selesai melewati tahap proposal hearing (sidang proposal) mengenai skripsi saya. Syukur Alhamdullilah tahapan itu sudah saya lewati dengan baik, meski banyak kekurangan mendasar dalam proposal tersebut. Sejak siang, bahkan sejak kemarin banyak teman yang memberikan dukungan moral dan semangat, rentetan ucapan good luck mereka berikan dengan tulus.

Setengah jam sebelum dimulai, badan ini rasanya aneh, dingin, semua organ sepertinya tidak bisa sinkron antara yang satu dengan yang lainnya (baca: lemes!) atau mungkin karena efek minum kopi yang berlebihan, sebelumnya saya sudah menghabiskan dua gelas kopi dalam rentang waktu 5 jam. Kemudian saya memberikan sugesti kepada pikiran ini, "Tenang, all iz well!."

Singkat kata, proposal hearing berlalu, dengan beberapa masukan dari panelis (yang saya catat, namun saya justru lupa apa yang harus dilengkapi!) Presentasi yang saya lakukan berjalan lancar, semua ini tentu tidak lepas dari beberapa ucapan good luck dari beberapa teman, dan bahkan mereka yang juga mendapat jadwal sidang proposal yang sama dengan saya. Setelah selesai, saya menyadari di perjalanan pulang saya, betapa dukungan itu sangat berharga.

Ada teman yang bilang good luck hingga dua kali, baik kemarin, dan hari ini. Ada juga yang menelpon saya ketika saya sedang memfotokopi master dari paper saya tersebut. Salah seorang teman bahkan rela meluangkan waktu makan siangnya khusus untuk mengucapkan support via twitter. Ada pula rekan saya dari kantor tempat saya menjalani program magang, yang sengaja menyiapkan waktu khusus untuk datang pada saat saya maju presentasi, namun ternyata dia salah mengira jadwal sidang saya yang harusnya berlangsung hari ini. Salah seorang teman juga memaksa saya untuk cepat saat membawakan presentasi, karena alasan ia ingin cepat pulang. Ya, dalam membawakan presentasi, seluruh isi kelas datang untuk menyaksikan jalannya sidang, dan ia memaksa saya untuk bisa menyelesaikan presentasi dalam waktu 5 menit! (yang ini bercanda ya)

Bagaimanapun, hal-hal tersebut adalah sebuah support yang luar biasa untuk saya. Ah! dan support yang paling dahsyat bagi saya adalah bagaimana ibu saya rela untuk pulang dari kantornya dengan dijemput menggunakan sepeda motor oleh ayah saya, dan meminjamkan mobilnya untuk saya bawa ke kampus. I love you mom!

Wednesday, January 19, 2011

Comment-star

Waktu itu saya sempat duduk di dalam kelas yang bukan jadwal kelas saya, kebetulan diajak oleh dosen pembimbing saya yang mengajar di kelas itu. Hari itu seisi kelas telah mengumpulkan berbagai macam poster dan flyer yang ditugaskan bapak dosen. Satu persatu kelompok diminta perwakilannya untuk menjelaskan bagaimana konsep dari pekerjaan yang telah mereka buat. Kemudian disediakan waktu kepada yang hadir di kelas itu untuk memberikan komentar, macam-macam komentar dilontarkan oleh seisi kelas. Awalnya saya mengira, ini akan seperti di kelas saya yang biasanya, mahasiswa yang lain tidak banyak melontarkan komentar mereka, dan akan membosankan.

Begitu intensitas komentar mulai menurun, dosen di kelas itu sekaligus dosen pembimbing saya, memberikan sedikit masukan untuk beberapa kelompok yang tadi sudah membagikan konsepnya. Kata-katanya yang mengundang tawa dan sekaligus nyentil adalah -dan saya pikir layak untuk dicetak tebal- "Kalau kita tidak bisa membuat sebuah ide, setidaknya kalian harus bisa memberikan komentar," dengan berkomentar anda bisa berpegang pada itu, orang yg bukan ahli dalam sepakbola aja bisa tuh berkomentar di televisi, dan kalian percaya aja lagi!

Beberapa waktu lalu memang di Indonesia sedang larut dalam euphoria sepakbola, dan benar saja belum tentu komentator yang ada di dalam tayangan sepakbola itu memang pemain sepakbola, atau pelatih sepakbola. Bisa saja hanya orang awam yang mengikuti perkembangan sepakbola, dan mereka dibayar untuk cuap-cuap di televisi!

Saya sering berkomentar, setiap hari selalu melihat updates dari beberapa blog yang saya follow dan updates dari media online lainnya. Biasanya komentar saya tertuang pada kicauan twitter, yang secara tidak sadar dengan adanya batasan 140 karakter, memungkinkan untuk menuangkan komentar dengan padat, dan jelas. Menanggapi isu pemblokiran produsen Blackberry, RIM di Indonesia dan penyaringan konten pornografi, kemudian saya berkomentar dalam akun twitter: Pak Mentri yg minta difilter ngga malu nih? RT @kompasdotcom: Filter Pornografi, RIM Minta Waktu 100 Jam (maksudnya RIM aja mampu menyaring dalam waktu 100 jam, pemerintah kita? udah berapa ribu jam?). Bahkan ketika ditanya anggota DPR mengenai posisi RIM di Indonesia, Pak Menteri pun masih bingung, apakan RIM itu sebagai penyedia konten, atau sebagai operator?

Atau komentar lain seperti: Salah headline nih bos? RT @detikcom: Akad Nikah Shireen Sungkar & Irwansyah Dimulai. Atau appresiasi singkat seperti: Jempol! RT @detikcom: Tak Ada Ricuh, Suporter Indonesia Bubar dengan Tertib. Dalam memberikan komentar, ada baiknya kita baca seluruh isi berita yang disajikan sebelum berkomentar, belakangan banyak yang berkomentar dengan hanya membaca beberapa petikan kalimat yang ada di dalam isi berita saja.

Pandangan saya secara pribadi, komentar berbeda dengan kritik, juga dengan complaint. Kritik yang pedas, secara umum hanya akan membuat orang yang dikritik berada pada posisi defensif, ia akan mempertahankan pendapatnya seberapa besarpun kesalahan yang ia perbuat (Baca: Lesson 1 Kritik). Setiap orang juga pada umumnya tidak suka dengan yang namanya complaint, namun coba tengok ke complaint yang berikut ini, cara penyampaian complaint ternyata bisa membuat perbedaan ketika kita membacanya.

Beberapa jam yang lalu, Gayus Tambunan divonis kurungan penjara selama 7 tahun dan denda sebesar Rp 300 juta. Ayo komentar! ;D

Thursday, January 13, 2011

The Beauty of Jakarta

Sunda Kelapa, Batavia, and Djakarta, these are the former name of the Special Capital Territory of Jakarta. From the art deco style influenced by colonial era to the Chinese ethnic decoration Jakarta has its own place for every visitor.

As a State Capital of Indonesia, Jakarta is the only city that has equal status with the province. Jakarta is located in the northwestern part of Java Island, with an area of more than 650 square kilometers.




The History

Jakarta is considered as the short name of the “Jayakarta”. This name was given by people of Demak and Cirebon under the leadership of Fatahillah (Falatehan) after attacking and occupying the port of Sunda Kelapa on June 22, 1527. The name is usually translated as the city or victory triumph town, but the true meaning is "victory was achieved by an act or effort."

Sunda Kelapa was the familiar name during 397-1527 because it is one of the busiest ports in the Kingdom of Sunda. In the 12th century, the port is known as a busy port of pepper. Foreign ships coming from China, Japan, South India, and the Middle East are already docked at the port carrying goods such as porcelains, coffees, silks, fabrics, perfumes, horses, wines, and dyes in exchange for spices, main commodity at that time.

Batavia used when the Dutch colonized Indonesia during the 1619 to 1942 period. This name was given by Jan Pieterszoon Coen who was General Governor of Dutch East Indies. Coen actually wanted to call this city as the Nieuwe Hollandia, but de Heeren Seventien in the Netherlands decided to name the city into Batavia, to commemorate the nation Batavieren. Batavia only covered the area which is currently known as Old town in North Jakarta.

The tribes of ethnic immigrants were forming communities of each region creating territories of the former community like Chinatown, Pekojan, Kampung Melayu, Kampung Bandan, Kampung Ambon, Kampung Bali, and Manggarai. Till this day, Batavia is still attached at the Jakarta community in fact one of the cafes in the Old City area is still using the word of Batavia

Under Japanese colonial period Batavia changed into Djakarta to captivate people. Jakarta was part of West Java Province before 1959. The status was changed into Jakarta Special Capital Region by Ir. Sukarno, the first President of the Republic of Indonesia and Dr. Sumarno Sosroatmodjo as the governor. Since then, Jakarta residents rapidly increase due to manpower need in almost all central governments in Jakarta. Within five years the population doubled more than twice.

Sunda Kelapa Port


Located about eight kilometers in the western part of Tanjung Priok port, Sunda Kelapa port is the Jakarta original beauty that still remarkable. Sunda Kelapa has changed its names many times since Portuguese and Japanese colonized Indonesia. The initial name was Sundapura which was occupied by Tarumanegara Kingdom lead by Purnawarman. It is successfully conquered by Padjajaran Sundanese Hinduism Kingdom centered in Pakuan, Bogor, West Java.

Fatahillah Prince then successfully united Moslem Kindom in Cirebon, Demak, and Banten to deport Portuguese that had expanded their territories in Sundapura as well as conquered Padjajaran Sunda Hinduism. Local tourist guide said that many foreign tourist mistaken Sunda Kelapa as a museum but in fact it can be considered as an open museum. Sunda Kelapa has indeed been internationally recognized by tourist. Another comparison is Lebanon port that has been established since 3000 SM.

If you visit this port you can see, Phinisi, traditional Indonesian boat alongside the port waters. Phinisi is one of the traditional prides of Indonesia that has uniqueness in its making process. Commonly, people make the hull first then continue with the vessel wall. Meanwhile,

Phinisi production process start from the vessel walls then continue to the hull, Original Phinisi has small and round forefront and usually has two pillars to unfold seven sails. These seven sails interpreted as their power to sail through seven oceans in the world.

Phinisi in Sunda Kelapa port has centre room inspired by Dutch style with 70% made from woods and the other 30% made from metals. Ironwood is the main material from Borneo and Sumatera islands.

Sunda Kelapa port has been attracted foreign tourists to visits and explores the glory of old Batavia. Most of the tourists come from Netherland, Japan and Australia. There will be tourist guide stand by to escort the visitors to the best spot of Sunda Kelapa. They are also capable to give description of the old Sunda Kelapa atmosphere.

Another attraction of Sunda Kelapa is its function as the port heading to Thousand Islands. The rented boat price is varies from IDR3 million for domestic tourist to IDR5 million for foreign tourists. To trace down this heritage culture you can just pay for IDR2 thousand for parking. If the history of ancient Sunda Kelapa will amuse you then paying tourist guide for IDR80 thousand for domestic tourists and USA12 for foreign tourist is worthwhile.


Mestizo

The culture in Jakarta is a Mestizo, in the Portuguese language means mixture. Jakarta was inhabited by various ethnic mixes along with their respective cultures. Since the Dutch colonial era, Jakarta is a city that attracted immigrants from domestics and foreigner tourists, as well as those looking for a job.

There are some tribes who inhabited the city for example: Javanese, Sundanese, Minangkabau, Batak, and the Bugis. The composition of the population living in Jakarta is dominated by Javanese; then Betawi, indigenous people of Jakarta; Sunda; and Chinese.

Chinese residents, who had been present since the 17th century, also became one of the major ethnic groups in Jakarta. They used to stay clumped in areas of their own settlements, commonly known as Chinatown. Chinatown or a Chinese village can be found in Glodok, Pinangsia, and Jatinegara. Another Chinatown area quite famous is Petak Sembilan. There are traditional markets that sell various goods, with Chinese ornaments decorated the street.

Ethnic diversity in Indonesia was mirrored in the capital city of Jakarta. Almost all ethnic groups in Indonesia can be found in Jakarta. Jakarta whose population has grown approaching to 10 million people is one of the cities in Asia, which is much often talked about. This historical town has extraordinarily developed and would be at the forefront in Asia over the next few decades.

Not only unique with its status as the capital city of Indonesia Jakarta also a center of social and cultural activities. It is the prominent gateway of Indonesia.

It’s a Magnet

Cultural diversity supported by the government in order to increase domestic and foreign tourists visit. While conducting business, people usually spend more time in Jakarta for vacation. Many people are attracted to visit Jakarta because the city provides almost all of the tourists needs.

For those who like the tropical climate, Jakarta has a warm weather every day. Historical factors also become one of the main attractions. Jakarta still preserved historical values of old buildings that still majestically stand at the heart of Old Town.

Old Town is a historical treasure considered as one of the largest stands of original colonial-era architecture in Asia. The governments have been proposed several master plans to refurbish Old Town. Old Town should illuminated Jakarta as the well preserved architectural.


Ancient buildings can be found in this area. Precious historic relics are also exhibits in some famous museums in Jakarta like Museum Nasional, Museum Wayang, Museum Tekstil, dan Museum Fatahillah.

Jakarta also offers shopping tour for shopaholic. As a growing city, Jakarta has many large shopping centers in downtown. ‘Enjoy Jakarta’ is a yearly program organizing by the government in attracting tourists visit that taken place at grand shopping centers throughout Jakarta. If you want to crave luxury items then this city is heaven. Meanwhile sculpture, handicraft and painting offer in the many big shopping centers.

For those who want to take the children on vacation, you should visit Ragunan Zoological Park. Established in 1864 and moved to its present location in the southern suburbs of Pasar Minggu, South Jakarta in 1966. The zoo covers 135 hectares of beautiful, shady gardens. It is home to over 260 species of animals from all parts of Indonesia and the rest of the world. There are a total of 3122 animals including birds for public viewing pleasure.


These exhibits also serve to help zoo officials in the preservation and propagation of Indonesian Wildlife. Special attractions for the children include a Children's Zoo and playground, along with the Sunday events of elephant, pony cart and boat rides. Watching the orang utans on their daily tour of the zoo grounds in a pony cart is a special treat for visitors of all ages. Restaurant facilities and picnic shelters are available for your convenience as well as merchandise store for purchasing films and souvenirs.

Ragunan Flower Park provides almost 30.000 plants, grasses and trees of approximately 250 different species compliment the multiple purpose of the park. Ornamental plants, like Bougainvillea, Pachystachys and Chinese hibiscus dot the landscape of Ragunan Zoological Park.

Come and spend a day with the family or friends at Ragunan Zoological Park. It's a wonderful place for an outing and will become an experience which will raise your awareness of Indonesia's unique wildlife heritage



Wednesday, January 12, 2011

Smart! Smoke

Sambil ngopi, selain baca buku atau majalah, hal yang paling enak dan paling sering saya lakukan adalah sambil merokok. Setelah memesan segelas americano panas, lalu saya nyari tempat duduk yang paling nyaman buat tempat menyangga pantat.

Di kedai kopi dengan logo burung merak itu, disediakan ruang khusus buat mereka yang merokok. Memang masih banyak kursi kosong diruangan tersebut, tapi saya hanya tertuju pada satu kursi yang paling menarik perhatian saya yang berada di pojok ruangan persis di sebelah jendela. Nggak lama setelah menyingkirkan nampan bekas pengunjung sebelumnya yang masih berada di meja, kemudian saya cari posisi supaya pantat ini nyaman sama kursi sofa kecil, dan baru saya sadar ternyata di lantai persis di bawah meja dan kursi itu begitu banyak abu rokok yang bertebaran. Heran. Konyol. Hal yang paling konyol adalah di nampan bekas pengunjung sebelumnya ada sebuah cup kecil tempat untuk gula cair yang disulap jadi asbak yang puntung-puntung rokoknya sudah menyembul keluar. Lalu kenapa mesti anda atau saya membuang abu rokok tepat ke atas lantai? Bukan hanya lantai yang menjadi kotor, sofa kecil itu pun ikut kena akibatnya.

Nggak lama setelah itu, satu pelayan datang menghampiri saya, "Permisi, saya angkat ya nampannya." "Oke silahkan." Pelayan itu mengangkat nampan bekas pengunjung sebelumnya yang masih berantakan di meja saya, sekitar dua menit setelah itu pelayan itu kembali lagi sambil membawa sapu kemudian kembali meminta ijin pada saya untuk membersihkan abu rokok yang berserakan di bawah meja saya, kemudian saya iseng nanya dia, "Banyak yang begini mas?" "Iya mas, padahal udah dikasih asbak, tapi tetep aja buang abu nya ke lantai." jawab si pelayan tadi dengan raut muka agak kesal. Saya cuma bisa memberi si pelayan itu senyum plus ucapan terima kasih.

Saya pernah suatu kali ditegur oleh turis bule ketika saya buang puntung rokok seenaknya, dia bilang "He.. He.. You can't do that." Rasanya? Malu gak karuan. Apalagi saya buangnya tepat ke tengah laut, mau diambil lagi juga gak bisa (gak bisa berenang maksudnya) dan biarpun saya ambil lagi juga tetep gak bisa mengembalikan rasa malu saya. Sejak saat itu saya sadar, banyak aturan tidak tertulis tentang etika merokok. Pernah juga ada teman yang kesal kalau sedang duduk bersama perokok yang menyemburkan asap tepat ke mukanya! Be smart when you smoke!

By the time I write this post, there's a response to my post. (Wow!) As life always have two sides, head and tail, good and bad, yin and yang, beauty and the beast (huh?) this is a great way to make me concern about a phrase "smoking kills" -thanks for your response- :) oh, can I get that Death's-Head Ashtray for my upcoming birthday present? ;p